Oleh: Abdullah Makhrus


KADANG aku bertanya pada diriku sendiri. Sesibuk apa diriku. Ketika hari-hariku tak sempat membaca Al-Qur’an. Tak sempat menghafalkannya. Tak sempat mentadabburi isinya.

 

Aku tak sesibuk Ka'ab bin Zaid. Di antara 69 sahabat hafizh yang syahid. Dia satu-satunya sahabat yang Allah selamatkan saat mengajarkan Islam dan Al-Qur’an kepada kabilah kaum kafir di bawah pimpinan Amir bin Tufail.

 

Kadang aku bertanya pada diriku sendiri. Sesibuk apa diriku. Ketika ku ingat hari-hariku tak pernah mendapati progress peningkatan menambah hafalan Al-Quran. Alasanku tentu cukup klasik, hanya karena alasan sibuk bekerja atau beragam alasan lainnya.

 

Kadang, aku termenung saat membaca kisah para sahabat hebat penghafal Al Qur’an



Ada Sahabat Utsman bin Affan. Karena kecintaannya dengan Al Quran, pada masa pemerintahannya, ia memelopori penghimpunan Al Quran menjadi mushaf, lalu ia bagikan di beberapa kota. Bahkan, beliau wafat saat membaca Al Quran pada usia 82 tahun

 

Aku juga tak sesibuk sahabat Ali bin Abi Thalib. Beliau juga dikenal sebagai sosok penghafal Al- Quran yang kuat, cerdas, dan termasuk orang-orang yang masuk Islam di usia belia. Ia  menumpahkan kecintaannya kepada Al Quran dengan menghafal ayat demi ayat di kehidupannya.

 

Ada pula sahabat nabi penghafal Al-Quran yang bernama Abu Darda. Beliau seorang hafidz yang bijaksana sekaligus telaten dalam mengumpulkan ayat-ayat Al Quran menjadi mushaf.

 

Kearifannya membuat ia disegani setiap menjadi imam di masjid di Damaskus. Ribuan orang mengelilinginya untuk belajar Al Quran. Rutinitas di dalam majlis  untuk belajar Al Quran bersama beliau berbuah manis. Dari situ muncul 1600 orang pengafal Al Quran.

 

Zaid bin Tsabit, sahabat Rasulullah yang cerdas, penulis, dan penghafal Al Quran serta menguasai ilmu Faraid. Sejak usia muda, cita-cita Zaid bin Tsabit adalah dekat dengan Rasulullah tanpa batasan usia. Caranya adalah dengan menghafal Al Quran.

 

Ubay bin Ka’ab adalah pesohor di kalangan sahabat nabi penghafal Al-Quran. Ia selalu menyempatkan diri untuk membaca Al Quran siang malam untuk khatam dalam waktu delapan malam. Tindakannya mengundang decak kagum Umar bin Khattab yang berkata, “Qari paling baik di antara kami adalah Ubay,”

 

Lanatas, aku mencoba bertanya pada diriku sendiri. Sesibuk apa diriku? Ketika hari-hariku tak sempat membaca atau pun menambah hafalan Al-Quran? Padahal aku selalu sempatkan membaca ratusan pesan Whatsapp, Facebook, atau Instagram yang masuk di gawaiku.

 

Padahal, aku tahu bahwa Al-Qur’an akan menjadi syafaat atau penolong di hari kiamat untuk para pembacanya.

 

عن أَبي أُمامَةَ رضي اللَّه عنهُ قال : سمِعتُ رسولَ اللَّهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وسَلَّم يقولُ : « اقْرَؤُا القُرْآنَ فإِنَّهُ يَأْتي يَوْم القيامةِ شَفِيعاً لأصْحابِهِ » رواه مسلم

 Dari Abu Amamah ra, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda, “Bacalah Al-Qur’an, karena sesungguhnya ia akan menjadi syafaat bagi para pembacanya di hari kiamat.” (HR. Muslim);

 

Sambil terus membaca pesan itu sembari bertanya secara retoris pada diri sendiri. Sebenarnya aku ini memang sibuk atau sok sibuk? Sungguh sangat mengherankan.


Salam Hijrah Sukses Mulia