Oleh: Abdullah Makhrus
”Kesan pertama begitu menggoda. Selanjutnya terserah Anda.”
MASIH
ingatkah Anda dengan slogan iklan parfum AXE di tahun 90-an di atas? Impresi atau kesan pertama itu memang penting, bahkan
bisa dikatakan sangat penting. Termasuk untuk membangkitkan minat dan semangat
siswa untuk belajar.
Dulu, anak-anak, teman-teman guru di sekolah memanggil saya Pak Makhrus.
Namun, karena seringkali terjadi kesalahan penyebutan sehingga berubah menjadi
Pak Markus. Maka, saya putuskan sejak sekitar 3 tahun lalu, saya meminta mereka
memanggil saya dengan sebutan Pak Abdullah saja. Tepatnya, tanpa kata saja,
wkwkwk...
Saya pertama kali mengajar kelas 4 di SD Muhammadiyah 1 Pucanganom Sidoarjo
atau biasa disebut SD Muhida sejak tahun 2006. Hingga saat ini di tahun 2023 juga
kebetulan kembali mengajar di kelas 4 lagi, setelah sempat menjadi wali kelas 5
dan 6. Ini berarti kurang lebih 17 tahun saya mengajar anak-anak SD .
Pertama kali ketika memasuki kelas untuk mengajar matematika, saya selalu
membuka pertanyaan kepada anak-anak. “Matematika itu menurut kalian gampang
atau sulit?”Kata saya saat memulai mengajar di kelas. Kira-kira, Anda bisa menebak jawabnnya kan ya?
Hehehe...
Betul sekali, jawaban anak-anak ini sungguh mengejutkan. Seolah sudah
janjian, mereka kompak menjawab, ”SULIIIIII.....T” . Berdasarkan data yang saya
kumpulkan dari 3 kelas yang saja ajar, ada sekitar 80-90% di kelas mengatakan
bahwa matematika itu sulit. Oke, Fine.
Lalu saya katakan pada anak-anak, ”Tugas saya adalah menjadikan matematika
ini menjadi pelajaran yang gampang dan menyeangkan. Setuju?”. Lantas mereka
dengan nada koor menjawab, ”Setuju......”.
Kemudian saya katakan pada mereka, ”Ayo kita bermain sulap
sekarang”.Setelah itu sayam eminta mereka berpasangan untuk memilih satu angka
dari 1-100. Saya minta mereka menuliskan satu angka tersebut dalam buku tulis
dengan ukuran yaang agak besar.
Selanjutnya saya meminta perwakilan dari mereka untuk menjawab pertanyaan
saya dengan merrespon dengan jawaban ADA atau TIDAK ADA saja pada tayangan
tujuh kartu angka yang saya tampilkan dalam slide.
Setelahnya, saya minta mereka melihat saya dan mengatakan pada mereka bak pesulap handal,
”Tatap mata saya, saya tahu angka berapa yang ada dalam pikiran kalian”. Dalam hitungan detik, saya kemudian menebak
angka yang mereka pilih dan
Alhamdulillah sejauh ini BENAR. Sontak riuh tepuk tangan bersahutan di dalam
kelas.
Biasanya mereka lalu bertanya, “Kok bisa tahu ya pak?”. Lantas, saya
katakan pada mereka, ”Anak-anak, ini bukan sulap dan bukan sihir. ini adalah
ilmu matematika. Ingin tahu rahasianya? Ikuti pelajaran saya dengan seksama.
Nanti di akhir semester akan saya buka rahasianya.”
Begitulah cara saya membuat mereka penasaran sekaligus cara saya untuk
mengikat hati pada anak-anak, agar mereka tidak takut belajar matematika. Anehnya,
setiap kali masuk kelas mereka masih merengek dan minta ditebak angka yang
mereka pilih.
Terkadang, ada juga yang mengatakan, ”Pak Pesulap matematika, tebak donk
angka saya”. Lalu, saya mengiyakan dan mengatakan kepada mereka, ”Iya, tenang
saja. Kalau pelajaran matematika berikutnya akan saya tebak bergantian”.
Harapan saya, setidaknya ada perubahan dalam mindset mereka. rasa takut,
perasaan sulit belajar matematika berangsur berkurang atau bahkan hilang sama
sekali. Inilah prolog andalan yang saya gunakan ketika pertama mengajar
matematika di kelas.
Membuat kesan pertama yang menarik dan memikat hati pada anak didik adalah
modal pertama bagi saya untuk membuat mereka tertarik dengan pelajaran matematika
yang akan kita ajarkan. Bagaimana mungkin mereka bisa enjoy belajar bersama
kita, apabila mereka masih merasa takut dan tidak nyaman dengan kita. Ga bahaya
ta?
Baru setelah mereka merasa nyaman dan enjoy, saya masukkan materi pelajaran
matematika. Materi awal kali ini adalah membaca bilangan cacah 5
digit sampai 6 digit.
Pada mulanya saya meminta
mengamati brosur harga produk di salah satu minimarket. Kemudian saya meminta
mereka memilih dua produk yang mereka sukai, lalu membaca dan menuliskan harga
tersebut dalam kalimat.
Setelah mereka paham, baru
kemudian saya menampilkan tantangan nominal yang lebih besar. Apa itu? Saya
berikan brosur harga mobil yang bernilai ratusan juta. Saya meminta mereka
berdiskusi dan menuliskan harga tersebut dalam kalimat.
Selanjutnya mereka mereka mempresentasikan di depan kelas. Saya sampaikan
doa pada mereka, ”Semoga kalian kelak bisa memiliki mobil tersebut”. ”Amiin,”
jawab mereka kompak.
Masuk pada materi berikutnya, saya memberikan mereka tantangan untuk
menjadi tokoh Detektif Conan. Tokoh film anak yang bercerita tentang
penyelidikan ini saya angkat karena film ini sangat disukai oleh anak-anak.
Saya masukkan muatan materi matematika dengan cara mengajak mereka melakukan
penyelidikan dari narasumber secara langsung. Saya meminta mereka mencari
informasi pada dua orang dewasa yang ada di area sekolah tentang benda paling
mahal yang pernah dibeli oleh mereka.
Mereka bebas mencari informasi pada Bapak/Ibu Guru, Pak Satpam, Pak OB,
Orang Tua atau siapapun yang mereka temui. Syarat utamanya, saya minta mereka
mengamati terlebih dahulu, apakah mereka sedang sibuk atau tidak.
Briefing awalnya adalah mengajari mereka tentang adab bertanya. Pertama,
saya mengarahkan agar mereka mengucapkan salam pada calon narasumber. Kedua,
meminta izin apakah mereka memiliki waktu sebentar untuk diwawancarai. Ketiga,
memperkenalkan diri dan bertanya nama narasumber yang mereka hadapi.
Keempat, menanyakan benda apa yang paling mahal yang pernah dibeli oleh
narasumber. Setelahnya, meminta
mereka mencatat nominal harga dan menuliskan kalimat dari harga yang
disebutkan.
Kelima, kroscek kembali ke narasumber. Apakah benar angka nominal harga
yang mereka catat. Keenam, mengucapkan terima kasih. Terakhir, mengucapkan
salam sebelum pergi.
Setelah misi penyelidikan berhasil, saya meminta mereka mempresentasikan
hasil temuan setelah melakukan wawancara dan menceritakan kembali pengalaman apa
saja yang menurut mereka menarik.
Salah satu siswa bernama Devina mengatakan, ”Belajar matematika hari ini
seru banget, karena kalau belajar di dalam kelas terus itu ngebosenin”. Bahkan,
sebagian anak-anak meminta agar mereka bisa keluar kelas lagi untuk mencari
lebih banyak narasumber yang bisa diwawancarai.
Inilah sebagian dari
pengalaman mengajar matematika di kelas 4 di awal tahun ini. Semoga sedikit
cerita pengalaman ini akan menjadikan kita terus bersemangat untuk terus
mencari cara, metode, media dalam mengajar.
Mengapa? agar setiap kali
seusai mengajar mereka menemukan kesan WOW sebagaimana Archimedes
meneriakkan kata eureka
yang bermakna "i find it" atau "aku telah
menemukannya" saat mereka menemukan kebermaknaan dalam belajar.
Karena sekali lagi, membuat kesan belajar yang menyenangkan akan berdampak
pada kenyamanan mereka belajar bersama kita. Semoga mereka mendapatkan
pengalaman belajar yang berkesan bersama kita para pengajar hebat di seluruh
Indonesia.
Bagaimana cara mendampingi siswa belajar menyenangkan? yuk simak di
1 Comments
Wah jeen ada youtubenya juga
ReplyDelete