Menghancurkan Mitos "Penulis Itu Bakat"
Oleh: Abdullah Makhrus
Masyarakat Athena dan dunia paham tentang kebijaksanaan Socrates berkat tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh Plato. Kekuatan tulisan membuktikan, sehebat apa pun manusia, dia akan hilang dalam sejarah jika pemikirannya tidak dituliskan. (Dr. Much. Koiri, M.Si)
Banyak di antara penulis pemula mengatakan bahwa dirinya tidak berbakat untuk menulis. Mereka sebenarnya juga ingin menulis, tapi tidak tahu harus memulai dari mana. Benarkah menulis itu sebuah bakat? Apakah itu benar-benar sebagai fakta atau mitos belaka?
Mitos adalah keyakinan yang tidak
memiliki dasar yang kuat atau tidak dapat dibuktikan secara ilmiah. Sementara
itu, fakta adalah sesuatu yang dapat dibuktikan secara objektif melalui data, penelitian,
atau referensi yang dapat dipertanggungjawabkan. (www.noos.co.id/perbedaan-mitos-dan-fakta-52261.html)
Menulis
bukanlah sekedar teori, melainkan keterampilan yang dilatih berulang kali. Sebagai
analog, menyetir kendaraan itu bukan hanya teori namun butuh berlatih, beruji
coba serta mengasah keberanian dan kepekaan. Begitu juga dengan menulis. Tanpa
dilibatkan langsung dalam kegiatan dan latihan menulis, seseorang tidak akan
pernah mampu menulis dengan baik. (Trismanto, 2017)
Sebenarnya menulis adalah keterampilan teknis
(skill) yang bisa dipelajari, dilatih, dan dibentuk. Ia bukan bakat yang
diwariskan secara genetik. Keterampilan ini memerlukan latihan dengan jam
terbang tinggi. Makin banyak berlatih maka Anda akan semakin mahir.
Ibaratnya, kemahiran menulis seseorang itu seperti keahlian
yang dimiliki koki saat memasak. Tidak ada koki yang langsung ahli tanpa
memegang pisau berkali-kali. Begitu pula dengan menulis.
Sebuah karya tulisan hebat yang kita baca hari ini adalah
hasil dari proses revisi ke-10, ke-20, atau bahkan ke-50 dari naskah tulisan
yang sudah dibuat. Ia tidak dihasilkan dengan sekali duduk langsung jadi. Tidak
Semudah Itu Ferguso.
Kenapa bermodal bakat saja tidak cukup untuk bisa menulis? Yakinlah,
punya bakat menulis namun tidak pernah latihan atau bahkan tidak melakukan
aktivitas menulis, maka ia tidak akan menghasilkan apa-apa.
Malcolm Gladwell dalam bukunya Outliers. Ia menyatakan bahwa untuk mencapai level
keahlian tertinggi dalam bidang apa pun, seseorang perlu melatih kemampuannya
secara konsisten selama sekitar 10.000 jam.
Tapi, tak perlu khawatir. Kualitas tulisan kita pada awal-awal proses
belajar bukan buruk. Hanya saja karena kita belum melatihnya dalam jangka waktu
yang lama. Latih terus menerus dengan latihan berkualitas.
Perlu Anda ketahui, angka 10.000 jam ini bukan sekadar soal waktu. Namun,
yang lebih penting adalah bagaimana cara berlatihnya. Apakah latihan
berkualitas atau justru tak membekas?
Berdasarkan
riset psikolog Anders Ericsson, latihan yang efektif harus
memenuhi beberapa kriteria:
1.
Fokus dan disengaja: Tentukan tujuan spesifik apa yang
ingin Anda targetkan dalam setiap sesi latihan menulis. Ingin menghasilkan
buku, ingin dipublish ke blog, atau sekedar dishare ke media sosial. Terserah
Anda.
2. Dapatkan umpan balik: Mintalah umpan balik dari
sesama penulis atau guru penulis. Lakukan perbaikan sesuai masukan dari mentor
atau bahkan dari pembaca tulisan Anda.
3. Ulangi secara konsisten: Lakukan secara rutin,
jadwalkan dan lakukan secara istikamah. Memang berat merutinkan aktivitas
menulis, kalau ringan namanya istirahat.
4. Keluarlah dari zona nyaman: Terus tantang diri untuk terus belajar, meningkatkan kecepatan menulis, dan menghasilkan kualitas tulisan yang lebih baik. Jika perlu, beli dan pelajarilah sebanyak mungkin buku tentang teori menulis. Ikuti pelatihan menulis bersama narasumber penulis yang lebih berpengalaman. (www.iyokbaswara.com, 16 Juli 2025)
Dengan disiplin berlatih, Anda akan mampu mengalahkan mereka yang berbakat menulis tapi tidak pernah menulis. Tambahlah sumber bacaaan Anda, karena bahan bakar penulis adalah banyaknya bacaan yang sudah ia habiskan. Semakin banyak yang dibaca semakin banyak kosa kata yang bisa digunakan untuk meramu tulisan.
Istilahnya, jika ingin menjadi penulis, Anda harus menjelma menjadi 'Kutu Buku'. Menjadi orang yang suka membaca buku,
bukan hanya sekedar membaca, tapi mendalami isinya secara detail. (https://www.gblsidoarjoberkarya.com/2025/12/hilangnya-kutu-buku.html)
Filosofi Jawa pernah mengatakan,"Witing
tresno jalaran soko kulino". Artinya, cinta atau keahlian tumbuh
karena kebiasaan. Mari membiasakan diri untuk terus melatih kemampuan menulis.
Rutinkan setiap ada kesempatan.

1 Comments
Sangat mencerahkan
ReplyDeleteRisetnya padat